-KNN-

……Lalu teruskan 3 zaman, kau akan nyata nanti !

Berbagai fikiran berkecamuk saat memegang selembar kertas seberat 70 gram saat masih berukuran satu meter persegi itu.
Memejamkan matanya sejenak, lalu melihat lagi ke susunan kalimat yang tertera seperti puisi gila.

Ah.. kenapa aku baru sadar ?‘ Gumamnya sendiri saat melihat adanya perbedaan pada beberapa huruf pada tulisan itu.
Ada beberapa huruf yang sekilas sama, tapi kalau dilihat dengan seksama, ada beda gradasi warna.

‘Mau main-main sama saya, eh ?’ tersenyum sendiri dia.
Mengambil pensil, lalu menulis ulang huruf-huruf yang sengaja diberi warna biru tua, di bawah deretan kalimat aslinya.

Lalu Teruskan 3 zaman, Kau akan Nyata Nanti !

LT 3 KNN. ?

Hmm, Sesimpel itu ternyata

Lantai tiga sebelah kanan ?‘ fikirnya bingung.
Lantai tiga cuma satu tingkat di bawahnya, dan sisi kanan itu, kalau dari depan adalah ruang data perusahaan.
Restricted area. Hanya beberapa orang yang dibolehkan masuk ke ruangan itu, tentu tidak termasuk dirinya.

Rasa penasaran yang tak terbendung membuatnya meninggalkan mejanya, sambil tetap memegang kertas berisi tulisan aneh itu.
Berjalan cepat, menuju lift.
Sesampainya di dalam langsung menekan angka 3, pasti.

keluar dari lift, matanya menoleh ke kanan.
Ah tentu saja, bodoh‘ rutuknya lagi-lagi.
Kalau dari depan, memang sebelah kanan adalah ruang data.
Tadi fikirannya sempat ge er, kalau-kalau saja pelaku iseng itu adalah salah satu dari tiga lelaki penguasa ruangan itu.

Sebelah kanan, kalau dari tempatnya berpijak sekarang, adalah lorong yang berujung pada jendela yang mengarah ke jalanan.
Raut bingung wajahnya, memaksakan mata indahnya membaca ulang petunjuk yang semakin terdengar aneh.

Lima menit dirasa cukup, saat dia memaksakan memandang sisi luar gedung kantornya dari jendela di ujung lorong itu.
Lalu memutuskan untuk naik lagi satu lantai, dengan perasaan sedikit kalah.

Beberapa jam kemudian, waktu berusaha dibunuhnya dengan membereskan rangkaian urusan HRD yang untungnya belum begitu menumpuk.
Walau bayangan tulisan di atas kertas itu masih menari-nari di depan matanya.

……….

Saat siang, saatnya istirahat.
Memutuskan untuk memesan fast food, delivery service.

Menutup file-file pekerjaannya.
Membuka aplikasi rubah berekor api.
Homepagenya dari kmaren-kmaren ya mesin pencari Google. Idolanya. Yang bisa mencari apa yang dia mau.
aha, knapa tak terfikir kesitu ?’
sedikit ragu, mengetik tiga huruf KNN ke form search.

Hasil yang ditemukannya ternyata sedikit mengejutkan.
Di urutan kedua pencarian ternyata mengarah ke fungsi algoritma.
K-Nearest Neighbor.

Klik,
dan yang dapat ditangkapnya adalah tentang sebuah metode untuk melakukan klasifikasi terhadap objek berdasarkan data yang jaraknya paling dekat dengan objek tersebut.

Dia seperti tersengat, tersentak.
Kembali rasa penasarannya meluap.
Turun lagi satu lantai, menekan angka 3 di lift lagi dengan tak sabar.

Fikirannya memutar balik, mengingat-ingat tentang metode yang digunakannya pada penelitiannya beberapa tahun yang lalu.
Sedikit aneh memang, ah banyak anehnya fikirnya.
Hanya beberapa orang yang tahu persis metode yang digunakannya itu.
Dan dia sedikit lbih baik bisa menyimpulkan maksud petunjuk itu.

Keluar dari lift, matanya seakan liar menyusuri sekelilingnya.
Saat matanya tertuju pada sisi kiri, barulah dia menyadari sesuatu.

Ada satu pintu yang menyerupai, walau tidak persis, tulisan di kertas itu.
sebuah pintu berwarna putih dengan tulisan berwarna biru.
Yang pernah dia protes suatu ketika, karena kombinasi warnanya yang aneh katanya.

Pintu itu menuju bagian luar yang merupakan tempat parkir di lantai 3.
‘Cerdas sekali’ fikirnya sebal.

Tak menunggu lama, kakinya melangkah tergesa menuju pintu yang tak terkunci itu.
Parkiran yang tidak begitu penuh, menyambutnya.

Saat matanya mencari-cari.
Tiba-tiba saja dari sudut gelap di sisi kanan parkiran itu,
menderu sebuah motor, bergerak lurus tepat ke arahnya.

Tak bisa berucap, hanya menjerit tertahan sambil refleks menutup matanya.
Suara decit ban itu terhenti.

Perlahan matanya membuka,
dan sebuah motor hitam, berhenti hanya berjarak lima senti dari tubuhnya.
Pengemudinya menatap ke arahnya, sepertinya begitu.
Wajahnya tertutup seluruhnya oleh Arai fullface.

“Naik.. !” Tiba-tiba saja, suara bariton yang sedikit sengau itu, memerintahnya.

(hmm.. bersambung lagi saja ya.. )

 

Leave a comment